The Shattered Light-Chapter 53: – Bayangan Mengerikan

If audio player doesn't work, press Reset or reload the page.

Chapter 53 - – Bayangan Mengerikan

Kabut tebal masih menyelimuti pos di pagi itu. Udara dingin semakin menusuk, membuat napas setiap prajurit tampak seperti asap putih yang keluar dari mulut mereka. Kematian tanpa suara prajurit sebelumnya masih menghantui benak semua orang, menciptakan suasana tegang yang nyaris bisa diraba.

Kaelen berdiri di tepi pagar kayu yang mulai lapuk, matanya tajam mengamati hutan yang diam, seakan menyembunyikan sesuatu. Di sebelahnya, Varrok memegang pedang dengan erat, matanya terus menyapu sekeliling.

"Tidurmu nyenyak?" tanya Varrok pelan.

Kaelen menggeleng. "Tidak ada tidur nyenyak lagi sejak kita sampai di sini. Aku merasa sesuatu akan terjadi. Sesuatu yang lebih buruk dari sebelumnya."

Varrok mengangguk setuju. "Aku juga merasakannya. Aku bicara dengan Balrik tadi pagi. Dia mulai mendengar suara-suara aneh di tengah malam. Bukan hanya dia, beberapa prajurit juga. Mereka bilang ada bisikan, suara langkah yang samar... tapi saat dicek, tidak ada siapa-siapa."

Kaelen mengepalkan tangan. "Sihir gelap... Mereka bermain dengan ketakutan kita. Mereka menginginkan kita retak sebelum pertempuran dimulai."

Serina datang menghampiri mereka, wajahnya tampak lelah. "Kaelen, Rhal menemukan sesuatu di sisi timur pagar. Kau harus lihat."

Kaelen dan Varrok saling pandang sebelum mengikuti Serina. Di sana, Rhal berdiri sambil menunjuk ke tanah. Ada simbol aneh terukir di tanah, berwarna kehitaman, seperti terbakar.

"Aku menemukannya saat patroli pagi. Ini bukan buatan kita," kata Rhal tegang.

Kaelen berjongkok, menyentuh tanah itu. Ada rasa dingin menusuk jari-jarinya, seakan menyedot kehangatan tubuhnya. "Ini tanda kutukan. Mereka semakin dekat. Kita telah diawasi lebih lama daripada yang kita kira."

Follow current novℯls on ƒгeewёbnovel.com.

Balrik yang berdiri tak jauh berseru, suaranya bergetar. "Apa artinya itu? Apa mereka akan menyerang?"

Kaelen berdiri, menatap semua orang. "Kita harus bersiap. Aku ingin semua orang dalam posisi siaga penuh malam ini. Jangan ada yang sendirian. Kita jaga dalam kelompok. Jika melihat sesuatu, laporkan. Jangan bertindak sendiri."

Semua mengangguk, meski ketakutan tampak jelas di wajah mereka.

Sore itu, Kaelen duduk bersama Varrok di dekat api unggun kecil. Mereka berbicara pelan, memastikan tak ada telinga lain yang mendengar.

"Aku mulai berpikir, Varrok... mungkin kita harus pindah dari pos ini. Kita tidak tahu apa yang sedang kita hadapi. Mereka bermain di luar batas manusiawi," bisik Kaelen.

Varrok menghela napas. "Aku paham. Tapi ke mana kita akan pergi? Hutan ini dikuasai mereka. Jika kita bergerak, kita jadi sasaran empuk. Di sini, setidaknya kita punya dinding dan perlindungan. Meski rapuh, ini lebih baik daripada bergerak dalam ketidakpastian."

Kaelen mengangguk, walau hatinya masih penuh keraguan.

Di sisi lain pos, Lyra duduk berdua dengan Serina. Mereka membersihkan senjata masing-masing, tapi suasana di antara mereka terasa dingin.

"Kau semakin dekat dengan Kaelen," kata Lyra tiba-tiba.

Serina terdiam, lalu menjawab pelan. "Aku hanya ingin membantunya. Aku tahu dia menanggung banyak hal. Aku peduli padanya. Kau juga peduli, bukan?"

Lyra tersenyum pahit. "Ya, aku peduli. Tapi aku merasa... aku mulai kehilangan dia."

Serina menatap Lyra, ada rasa bersalah di matanya. "Aku juga takut kehilangan dia. Kita semua hanya ingin dia selamat. Aku tak bermaksud merebut perhatiannya..."

Keduanya terdiam, tapi percakapan itu meninggalkan luka yang tak terlihat. Hubungan mereka yang semula bersahabat, kini mulai diliputi kecanggungan dan kecurigaan halus.

Menjelang malam, Kaelen mengumpulkan semua orang untuk memberikan arahan terakhir.

"Malam ini, kita akan hadapi kegelapan bersama. Jangan biarkan ketakutan menguasai kita. Kita adalah saudara. Kita saling melindungi. Tidak peduli apa yang kita hadapi, kita hadapi bersama."

Seruan setuju menggema, meski getaran ketakutan masih terasa.

Kaelen berjaga di menara pengawas bersama Varrok. Angin dingin berdesir pelan, membawa suara samar dari hutan.

"Kaelen..." Varrok berbisik. "Lihat itu."

Kaelen mengikuti arah pandangan Varrok. Di balik pepohonan, bayangan tinggi berjubah hitam tampak berdiri. Wajahnya tersembunyi, tapi mata merah bersinar di kegelapan.

"Dia melihat kita..." bisik Kaelen.

Bayangan itu tidak bergerak. Hanya berdiri, seakan memberi peringatan.

"Apa yang kita lakukan?" tanya Varrok.

Kaelen menghela napas. "Kita tetap di sini. Jangan buat gerakan gegabah. Aku ingin kita siap. Mereka sedang menguji kita."

Malam berjalan lambat. Kaelen merasa waktu seakan membeku. Tapi bayangan itu akhirnya menghilang, meninggalkan rasa waspada yang semakin dalam. Namun, ketakutan telah berakar di hati mereka.

Saat fajar mulai merekah, Kaelen turun dari menara, tubuhnya lelah. Serina menemuinya dengan secangkir air hangat.

"Kaelen... " bisik Serina.

Dari kejauhan, Lyra melihat momen itu, hatinya semakin remuk. Namun ia tetap diam, menyimpan semua rasa itu sendiri. Matanya berkaca-kaca, namun ia menunduk, berusaha menguatkan hati.

Kaelen menatap langit yang mulai terang. Ia tahu... ini baru permulaan dari kegelapan yang lebih besar. Dan ia mulai sadar, musuh yang mereka hadapi bukan hanya yang datang dari luar, tapi juga yang menggerogoti hati mereka perlahan.